Unilever CSR Revisi Buku Sekolah Petani Final
Saya sudah mengikuti banyak kegiatan penyuluhan pertanian, tetapi yang paling terkesan adalah dengan Sekolah Petani. Petani yang tadinya tidak berani bicara menjadi berani mengemukakan pendapat.” (Pak Rustam, Ketua Kelompok Tani ”Maju Makmur”, Desa Pringkuku, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan)

Petikan di atas merupakan pengakuan jujur dari seorang petani yang sudah merasakan manfaat setelah mengikuti program Sekolah Lapang untuk para petani kedele hitam binaan Yayasan Unilever Indonesia (YUI). Selama ini kemitraan yang terjalin antara YUI dengan para petani kedele hitam, tidak sekedar dalam kaitan bisnis, melainkan juga dalam hal pendidikan untuk memberdayakan petani. Salah satunya, YUI bekerja sama dengan Yayasan FIELD Indonesia, membuat Program pendidikan untuk memberdayakan petani kedele hitam. Untuk mengetahui apa dan bagaimana Sekolah Petani, diterbitkanlah buku : Petani Mengasah Otak, Mengolah Hati. SEKOLAH PETANI UNTUK PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM KEDELAI HITAM

Program pendidikan dalam bentuk Sekolah Petani ini dirancang dengan menggabungkan model pendidikan non-formal orang dewasa lewat analisis agroekosistem. Dalam pelaksanaannya, terdapat serangkaian pertemuan rutin (mingguan) selama masa pelatihan satu musim tanam. Secara berkelompok, para petani melakukan observasi dan analisis lapangan, sekaligus membuat keputusan tentang pengelolaan tanaman. Program ini memakai pendekatan “pertanian berkelanjutan” dengan mengembangkan budidaya tanaman secara sehat, mendayagunakan serangga musuh alami (predator), dan melatih petani menjadi ahli.

Dikembangkan sejak tahun 2009 hingga 2012 , awalnya Sekolah Petani dirintis di Dusun Gulon, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul. Selanjutnya, dikembangkan di Kabupaten Nganjuk, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan, Bantul, dan Kulonprogo. Sebagai gambaran, tahun 2010 diselenggarakan 18 unit Sekolah Petani. Tahun 2011 dilaksanakan lagi 16 unit dan dikembangkan beberapa kegiatan tindak lanjut, yakni kegiatan bagi kelompok tani alumni Sekolah Petani untuk memperdalam lagi pengetahuan dan ketrampilan terkait komoditas kedele hitam. Pada tahun 2012, diselenggarakan program 13 unit Sekolah Petani ditambah 18 unit kegiatan tindak lanjut di kabupaten-kabupaten tersebut.

Penguasaan 3 bidang penting
Proses belajar dalam Sekolah Petani dipandu oleh 2 orang petani pemandu dari desa setempat, yang sebelumnya telah dilatih, dan didampingi asisten lapang sebagai fasilitator. Metoda ini dipercaya lebih menjawab tuntutan akan sebuah proses pendidikan yang menjunjung tinggi kesetaraan dan komunikasi dua arah antara peserta dan pemandunya. Tidak ada guru maupun murid di Sekolah ini. Yang ada, sekelompok orang dengan minat yang sama, untuk belajar ‘bagaimana dan mengapa’ tentang suatu topik. Guru sesungguhnya di sekolah ini adalah lahan sawah itu sendiri, yang menyediakan hampir semua materi pelatihan, seperti tanaman, serangga, dan permasalahan nyata.
Tiga bidang penting dikembangkan dalam Sekolah Petani. Pertama, “bidang teknik” yang mencakup keterampilan dan pengetahuan. Tujuannya, agar petani mampu secara mandiri dan bersama koleganya melakukan pengamatan, analisa-analisa, dan kajian-kajian lapangan. Kedua, “bidang hubungan antar sesama” yang meliputi interaksi, komunikasi, dan kerjasama. Bidang ini dikembangkan agar petani mampu melakukan kerjasama, diskusi, menganalisis masalah secara bersama-sama, dan berkomunikasi. Ketiga adalah “bidang pengelolaan” yang menekankan petani menjadi manajer atas lahannya sendiri. Tujuannya, agar petani mampu menganalisis masalah dan membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Sekolah Lapangan berakhir dengan kegiatan Hari Temu Lapangan, yang dirancang sendiri oleh para peserta. Pada hari itu, para peserta mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari serta rencana-rencana kegiatan tindak lanjut yang akan dilakukan di hadapan warga, pemerintahan setempat, dan segenap pemangku kepentingan lainnya.

Setelah “lulus” sekolah ini diharapkan petani bisa menjadi subyek yang mampu mengambil keputusan secara bersama-sama dalam mengelola agroekosistem di lahan sawahnya secara sehat dan ekologis. Selain itu sekolah ini juga sebagai wadah bagi petani untuk saling belajar. Bukan saja belajar hal-hal yang berlandaskan pada kerja ”otak” seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, maupun menggunakan bahasa, melainkan juga yang berkaitan dengan kerja ”hati”, seperti kemampuan menerima, menilai, mengelola, maupun mengontrol emosi.      

“Mau jadi petani moderen, ya ikut Sekolah Petani…” (Bu Saniah, peserta Sekolah Petani, Kabupaten Trenggalek)



Source : http://indonesiacsrsociety.com/mempraktikan-agroekosistem-budidaya-kedele-hitam/